BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih dapat menyesuaikan dengan arus perkembangan tersebut. Lulusan suatu sekolah harus sesuai dengan tuntutan perkembangan yang ada. Personil sekolah yang memadai kemampuannya menjadi perhatian utama bagi setiap lembaga pendidikan. Diantara personil yang ada, guru merupakan jajaran terdepan dalam menentukan kualitas pendidikan. Guru setiap hari bertatap muka dengan siswa dalam proses pembelajaran. Disinilah Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki kewajiban membina kemampuan para guru. Dengan kata lain kepala sekolah hendaknya dapat melaksanakan supervisi secara efektif.
Pelaksanaan supervisi yang diasumsikan merupakan pelayanan pembinaan guru diharapkan dapat memajukan dan mengembangkan pengajaran agar guru dapat mengajar dengan baik dan berdampak pada belajar siswa. Supervisi berfungsi membantu guru dalam mempersiapkan pelajaran dengan mengkoordinasi teori dengan praktik. Masih banyak pandangan guru terhadap supervisi yang cenderung negatif yang mengasumsikan bahwa supervisi merupakan model pengawasan terhadap guru dengan menekan kebebasan guru untuk menyampaikan pendapat. Hal ini dapat dipengaruhi sikap supervisor seperti bersikap otoriter, hanya mencari kesalahan guru, dan menganggap lebih dari guru karena jabatannya. Kasus guru senior cenderung menganggap supervisi merupakan kegiatan yang tidak perlu karena menganggap bahwa telah memiliki kemampuan dan pengalaman yang lebih.
Supervisi sangat diperlukan untuk meningkatkan kometmen guru-guru dengan mengoptimalkan pendekatan ilmiah dan pendekatan kolaboratif. Dengan pendekatan ilmiah supervisor dapat menggunakan fakta-fakta empiris dalam melakukan pembinaan, sedangkan dengan pendekatan kolaboratif tercipta hubungan konsultatif, kolegial dan demokratis antar supervisor dengan guru yang disupervisi (supervisee).
Perpaduan dari pendekatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan komitmen guru-guru dalam melaksanakan tugas. Namun faktanya masih banyak supervisor ( guru pamong) bersifat acuh tak acuh terhadap supervise (guru praktikan) yang seharusnya membutuhkan supervisi dari atasannya, entah dengan alasan kesibukan atau alasan yang lain. Sehingga menyebabkan tidak adanya hubungan yang harmonis diantara keduanya yang tentunya berdampak pula terhadap pelaksanaan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Bagaiamanakah menanggapi seorang guru pamong (supervisor) yang tidak komunikatif/acuh tak acuh terhadap prakatikan (supervisse) dan bagaimanakah solusinya?
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Supervisi Konsultatif
Secara etimologis supervisi terdiri atas dua kata, super (lebih) dan vision (pandangan). Dengan kata lain supervisi mengandung arti pandangan yang lebih. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa supervisi dilakukan oleh pihak yang memiliki kedudukan lebih tinggi dari pihak yang disupervisi. Supervisi diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh pengawas dan kepala sekolah sebagai pejabat yang berkeduddukan di atas atau lebih tinggi dari guru.
Sedangkan kata konsultatif berarti anggota organisasi diberi kesempatan
menyampaikan kritik, saran, informasi dan pendapat yang berhubungan
dengan pekerjaan dan organisasi. Kaitannya dengan supervisi dalam dunia pendidikan, bahwa seorang supervisor dalam memberikan supervisinya pada supervisse harus memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk menyampaikan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya. Misalnya ketika seorang kepala sekolah memberikan supervisi kepada guru maka kepala sekolah tersebut harus memberikan kesempatan kepada guru untuk menyampaikan pendapatnya terkait dengan kesulitan, hambatan atau hal-hal lain yang dihadapai dalam melaksanakan proses pembelajaran.
Kegiatan pokok supervisi adalah melakukan pembinaan kepada sekolah pada umumnya dan guru pada khususnya agar kualitas pembelajarannya meningkat. Sebagai dampak meningkatnya kualitas pembelajaran tentu dapat meningkat pula prestasi belajar siswa, dan itu berarti meningkatlah kualitas lulusan sekolah itu. Tentunya hal tersebut dapat terwujud apabila ada hubungan yang baik atau konsultatif diantara supervisor dan supervisse.
2. Pendekatan-pendekatan dalam supervisi
Pendekatan supervisi kepada guru ada 3 macam, yaitu:
1. Pendekatan direktif
Pendekatan direktif adalah cara pendekatan dalam supervisi terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung kepada guru, tanpa perantara. Perilaku supervisor lebih dominan kepada guru yang disupervisi.
2. Pendekatan non-direktif
Pendekatan non-direktif adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak langsung menunjukkan permasalahan, tetapi supervisor terlebih dahulu mendengakan secara aktif hal-hal yang dikemukakan oleh guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru-guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami guru-guru.
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif adalah sebagai berikut :
1. Mendengarkan
2. Memberi penguatan
3. Menjelaskan
4. Menyajikan
5. Memecahkan masalah.
Pendekatan ini berangkat dari premis bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya individu harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendengarkan, mendorong, atau membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman-pengalaman guru diklasifikasikan. Oleh karena itu, pendekatan ini bercirikan perilaku supervisor dimana supervisor mendengarkan guru, mendorong guru, mengajukan pertanyaan, menawarkan pikiran bila diminta dan membimbing guru untuk melakukan tindakan. Tanggung jawab supervisi lebih banyak berada di pihak guru.
3. Pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif merupakan perpaduan dari pendektan direktif dan non-direktif. Dalam pendekatan ini, supervisor dan guru sama-sama bersepakat menetapkan struktur proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan tentang masalah-masalah yang dihadapi guru.
Pendekatan Kolaboratif adalah pendekatan yang memberi warna kemitraan antara supervisor dan orang yang memberi supervisi. Pendekatan ini ditempuh sebagai bentuk upaya dalam memahami orang yang disupervisi agar dalam melakukan supervisi dapat diperoleh hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan.
Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa pendekatan kolaboratif merupakan cara yang dipakai oleh seorang supervisor untuk mendekati orang yang disupervisi agar terjadi hubungan yang baik antara keduanya, sehingga dimungkinkan data yang diperoleh objektif serta mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul secara tepat.
Salah satu pendekatan dalam melaksanakan supevisi adalah pendekatan kolaboratif. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
• Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja
• Kedua belah pihak berbagi kepakaran
• Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri yakni, saya mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang saya amati.
• Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau fleksibel dan tujuannya jelas.
• Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif.
Dengan memahami karakteristik diatas dapat diilustrasikan bahwa dengan pendekatan kolaboratif, supervisi yang diterapkan akan terasa tenang dan tidak mengandung ketegangan. Bahkan sebaliknya yang muncul adalah suasana akrab dan saling memahami antar satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan sebagai arspektor yang mencari kesalahan dari guru.
Disamping itu supervisi kolaboratif memberikan ruang terbuka bagi guru sehingga guru mendapat kesempatan yang luas guna menyampaikan ide ataupun maslah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran. Sehingga dari diskusi yang dilakukan akan mucul ide-ide baru yang merupakan problem solving dalam problem-problem yang ditemukan dalam proses pembelajaran.
3. Peran Supervisi Pendidikan
Dilihat dari fungsi yang telah ada, tampak jelas peranan supervisi pendidikan. Peranan supervisi dapat dikemukakan oleh berbagai pendapat para ahli yang menyimpulkan tentang tugas dan fungsi supervisor. Olivia mengemukakan peran supervisor yang utama ada empat hal, yaitu :
a. Koordinator
Berperan mengkoordinasikan program-program dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran dan harus membuat laporan mengenai pelaksannaan programnya.
b. Konsultan
Supervisor harus memiliki kemampuan sebagai spesialis dalam masalah kurikulum, metodologi pembelajaran, dan pengembangan staf, sehingga supervisor dapat membantu guru baik secara individual maupun kelompok.
c. Pemimpin Kelompok
Supervisor harus memiliki kemampuan memimpin, memahami dinamika kelompok, dan menciptakan berbagai bentuk kegiatan kelompok.
d. Evaluator
Supervisor harus dapat memberikan bantuan kepada guru untuk dapat mengevaluasi pelaksanaan pembelajaran dan kurikulum, serta harus mampu mambantu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi guru, membantu melakukan penelitian dan pengembangan dalam pembelajaran dan sebagainya.
4. Gaya Supervisi Pendidikan
Berbicara tentang gaya supervisi maka tidak terlepas dari gaya kepemimpinan dari supervisor. Wahjosumidjo (1984) mengatakan bahwa perilaku pemimpin dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah sesuai dengan gaya kepemimpinan seseorang. Gaya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Gaya Kepemimpinan Direktif, dicirikan oleh:
a. Pemecahan masalah dan pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya untuk melaksanakannya.
b. Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan menjalankan tugas .
c. Pemimpin melakukan pengawasan kerja dengan ketat.
d. Pemimpin memberikan ancaman dan hukuman kepada bawahan yang tidak berhasil melaksanakan tugas-tugas yang tealah ditentukan.
e. Hubungan dengan bawahan rendah, tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya dengan kemampuan bawahannya.
2. Gaya kepemimpinan Konsultatif, dicirikan oleh:
a. Pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan keluhan dan bawahan.
b. Pemimpin menentukan tujuan dan mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui proses diskusi dan konsultasi denganpara bawahan.
c. Penghargaan dan hukuman diberikan kepada bawahan dalam rangka memberikan motivasi kepada bawahan.
d. Hubungan dengan bawahan baik.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif, dicirikan oleh:
a. Pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan, dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan.
b. Pemimpin memberikan keleluasaan bawahan untuk melaksanakan pekerjaan.
c. Hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai.
d. Motivasi yang diberikan kepada bawahan tidak hanya didasarkan ataspertimbangan-pertimbangan ekonomis, melainkan juga didasarkan atas pentingnya peranan bawahan dalam melaksanakan tugas-tugas organisasi.
4. Gaya Kepemimpinan Delegatif, dicirikan oleh:
a. Pemimpin mendiskusikan masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah kepada bawahan.
b. Bawahan memiliki hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan dan hubungan bawahan rendah.
BAB III
ANALISIS PEMBAHASAN
A. Analisis
Dari gaambaran kasus di atas, dapat pemakalah analisa bahwa kasus tersebut merupakan salah satu contoh kasus yang berkaitan dengan supervise konsultatif. Yaitu supervisor ( guru pamong) bersifat acuh tak acuh terhadap supervise (guru praktikan) yang seharusnya membutuhkan supervisi dari atasannya, entah dengan alasan kesibukan atau alasan yang lain. Sehingga menyebabkan tidak adanya hubungan yang harmonis diantara keduanya yang tentunya berdampak pula terhadap pelaksanaan pendidikan.
Jika dilihat dari teori yang sudah dijelaskan di atas, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan direktif, yakni cara pendekatan dalam supervisi terhadap masalah yang bersifat langsung. Supervisor memberikan arahan langsung kepada guru, tanpa perantara. Perilaku supervisor lebih dominan kepada guru yang disupervisi. Adapun peran supervisor yang terjadi dalam kasus tersebut, bahwa supervisor berperan sebagai koordinator Berperan mengkoordinasikan program-program dan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran dan harus membuat laporan mengenai pelaksannaan programnya. Sementara itu, gaya kepemimpinan yang terjadi yaitu gaya kepemimpinan direktif, seperti salah satu dari cirinya yakni hubungan dengan bawahan rendah, tidak memberikan motivasi kepada bawahannya untuk dapat mengembangkan dirinya secara optimal, karena pemimpin kurang percaya dengan kemampuan bawahannya.
B. Pembahasan
Setelah pemakalah analisa kasus di atas, dapat diketahui factor yang menyebabkan keefektifan konsultatif dalam supervise antara supervisor (guru pamong) dan supervise (guru praktikan) adalah sikap acuh tak acuh terhadap supervise sehingga menjadikan hubungan antara atasan dan bawahan tidak bisa akrab, dan saling terbuka. Yang mana seorang supervisor hanya memberi arahan langsung terhadap supervise (guru praktikkan), dan tidak mau mendengarkan terlebih dahulu hal-hal yang ingin dikemukakan oleh supervise (guru praktikan).
Adapun solusi untuk mengetasi kasus tersebut, seharusnya dari pihak supervisor (guru pamong) haruslah menggunakan pendekatan kolaboratif yaitu seorang supervisor mau mendekati orang yang disupervisi agar terjadi hubungan yang baik antara keduanya, sehingga dimungkinkan data yang diperoleh objektif serta mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul secara tepat. Kemudian peran supervisor haruslah sebagai konsultan yakni supervisor harus memiliki kemampuan sebagai spesialis dalam masalah kurikulum, metodologi pembelajaran, dan pengembangan staf, sehingga supervisor dapat membantu guru baik secara individual maupun kelompok. Dan gaya kepemimpinan yang haruslah digunakan adalah gaya kepemimpinan Konsultatif.
DAFTAR PUSTAKA
Sudjana S., Management Program Pendidikan, Falah Production, Bandung, 2004.
Prof.Dr.Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2173585-fungsi-fungsi-kepemimpinan/#ixzz2AAQ2TA7s
Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek, Teras, Yogyakarta, 2009.
Sri Benun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, Alfabeta, Bandung, 2009.
Nadhirin, Supervisi Pendidikan Integratif Berbasis Budaya, Idea Press, Yogyakarta, 2009.
Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivasi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984.
0 komentar: on "Supervisi ( KONSULTATIF )"
Posting Komentar