A. PENDAHULUAN
Kehidupan sosial dari hari ke hari terus berubah bersama terjadinya perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideology dan penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung terus dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Seperti halnya perkembangan musik dan nyanyian, yang juga sedikit banyak mempengaruhi akhlak generasi muda yang secara fitrah mencintai seni dan keindahan. Tidak dapat dipungkiri gaya musik dan pemusik itu sendiri menjadi figur yang banyak dicontoh oleh generasi muda kita sekarang. Dalam kondisi tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi etika dan moral dalam masyarakat. Maka dari itu diperlukan landasan yang kuat di era yang modern ini dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Untuk menyikapi hal tersebut haruslah ada jalan untuk penyelesaiannya yaitu dengan ilmu masail fiqhiyah. Masail fiqhiyah merupakan persoalan-persoalan baru yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya. Atas masalah itulah di sini pemakalah akan membahas tentang hukum dari musik dan nyanyian.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah hukum musik dan nyanyian itu?
C. PEMBAHASAN
1. Hukum musik dan nyanyian
Musik dan nyanyian merupakan masalah yang pernah dipersoalkan hukumnya di kalangan ulama. Ada ulama yang mengharamkan, ada pula ynga memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Di antara ulama yang mengharamkan di antara alasannya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, bersumber dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda : “sesungguhnya nyanyian menumbuhkan kemunafikan hati”. Dalam menanggapi pendapat ini dan dalil-dalil ynag dijadikan landasannya, Imam Ibnu Arabi menulis :
“Nyanyian adalah hiburan yang dapat menggetarkan hati menurut banyak ulama, seperti Malik bin Anas, dan tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkannya”. Ibnu Arabi menulis demikian karena menurutnya, hadis-hadis yang dijadikan landasan mengharamkannya menyanyi, tidak ada satu pun ynag sahih. Sementara landasan ayat Al-Qur’an tidak mengena kepada pokok persoalan.
Sedangkan keterangan dari buku DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual, karangan Ibnu Abdul Ghofur yang dikutip dari Kitab Al-Bajuri juz 2 halaman 351. Bahwa mendengarkan ataupun memakai alat al malahi (alat musik) hukumnya terjadi khilaf:
- Menurut Ulama jumhur sangat diharamkan.
- Menurut Imam Ibni Hazm boleh.
Kemudian keterangan hukum menyanyi adalah makhruh selama tidak bersamaan dengan alat yang diharamkan. Menurut imam Zarkasyi kalau bersamaan dengan alat ynag diharamkan, maka yang diharamkan hanya alatnya saja, sedangkan nyanyian tetap dihukumi makruh.
Seperti halnya pendapat dari Ibnu Arabi yang menghalalkannya ada juga pendapat yang selaras dengan Ibnu Arabi. Menurut Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Halal dan Haram, di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati, serta mengenakkan telinga ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan music selama tidak melenakan. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di saat lahirnya seorang bayi. Dalam sebuah hadis diterangkan :
“ Dari Aisyah ra, bahwa ketika dia mengantar pengantin perempua ke tempat laki-laki Anshar, maka Nabi bertanya : Hai Aisyah, apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Anshar gemar sekali terhadap hiburan.” (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula,
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Anshar, kemudian Rasulullah saw: datang dan bertanya: ‘Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Benar. Rasulullah bertanya lagi. ‘Apakah kamu kirimkan bersamanya orang yang akan menyanyi?’ Aisyah menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang Anshar adalah suatu kaum yang romantis. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang, selamat datang” (Riwayat Ibnu Majah).
Dari Aisyah ra, sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi saw, menutup wajahnya dengan pakaiannya. Maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar. Biarkanlah mereka tu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang).” (Riwayat Bukhari dan muslim)
Beberapa sahabat dan tabi’in diriwayatkan, bahwa mereka pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa. Adapun hadis nabi yang melarang nyanyian, semuanya memiliki kecacatan. Tidak ada satupun ynga selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadits. Seperti menurut al-Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi, “Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian.” Berkata pula Ibnu Hazm, “Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nayanyian adalah batil dan palsu.”
Menurut al-Qardhawi, nyanyian hukumnya sama dengan perkataan ada yang baik dan ada yang buruk Rasulullah juga memperbolehkan seseorang bernyanyi ketika menyambut pernikahan (walimah ursy). Khalifah Umar pun memperbolehkan seseorang bernyanyi dengan sebuah syair, aslakan mempunyai nilai dan nasihat yang baik. Nayanyian juga mendorong ke arah kemuliaan, ketekunan, dan istiqamah. Seperti juga menurut Muhammad Al-Ghazali, seperti juga Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa kedudukan untaian syair sama dengan ucapan biasa, ada yang baik dan ada yang buruk. Demikian pula, mendengarkan nyanyian ada yang mubah, dianjurkan, wajib, makruh, dan haram. Demikian juga, ada seniman atau penyanyi yang baik dan ada yang buruk.
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan music yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan yang haram lainnya. Itulah yang kemudian ulama-ulama dianggapnya haram atau makhruh. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa nyanyian itu lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan). Selanjutnya Ibni Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan. seperti firman Allah,
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (Yunus:32)
Ibnu Hazm berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat, dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Karena itu barang siapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barang siapa berniat untuk menghibur hati, supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk benar. Dan barang siapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatan itu dianggap main-main saja yang dibolehkan. Seperti halnya seseorang yang berkebun untuk berlibur, dan seperti orang ynga duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam masalah nyanyian ini :
1) Nyanyian harus diperuntukkan untuk sesuatu ynga tidak bertentangan dengan etika dan ajaran islam. Oleh karena itu kalau nyanyiannya tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak, menganjurkan orang supaya minum arak misalnya, mka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan mendengarkannya pun juga haram.
2) Mungkin tema nyanyian tidak bertentangan dengan ajaaran islam, akan tetapi cara menyanyi yang dilakukan oleh penyanyi menyebabkan ia bergeser dari wilayah halal kepada wilayah haram. Misalnya dengan tarian yang berlenggak-lenggok untuk sengaja membangkitkan nafsu da birahi.
3) Agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, tentu lebih patut diperangi. Ingatlah, waktu adalah kehidupan itu sendiri.
4) Apabila nyanyian atau yang semacam nayanyian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya dapat menghalalkan segi ruhani, maka dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan harus menutup pintu dari situlah angin fitnah akan berhembus.
5) Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram hukumnya adalah haram. Seperti diiringi dengan jamuan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan , maksiat atau dosa-dosa lainnya. Maka di sinilah yang oleh Rasulullah saw. Pelakunya dan pendengarnya, diancam dengan siksaan yang sangat pedih.
D. SIMPULAN
Ada ulama yang mengharamkan, ada pula yang memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Sedangkan untuk pendapat yang membolehkannya menurutnya selama nyanyian tersebut tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan musik selama tidak melenakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana, 2003.
Badri Khaeruman, Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Ibnu Abdul Ghofur, DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual , Kediri : Pustaka ‘Azm, 2005.
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Bandung : Penerbit Jabal, 2007.
MUSIK DAN NYANYIAN
A. PENDAHULUAN
Kehidupan sosial dari hari ke hari terus berubah bersama terjadinya perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideology dan penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung terus dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Seperti halnya perkembangan musik dan nyanyian, yang juga sedikit banyak mempengaruhi akhlak generasi muda yang secara fitrah mencintai seni dan keindahan. Tidak dapat dipungkiri gaya musik dan pemusik itu sendiri menjadi figur yang banyak dicontoh oleh generasi muda kita sekarang. Dalam kondisi tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi etika dan moral dalam masyarakat. Maka dari itu diperlukan landasan yang kuat di era yang modern ini dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Untuk menyikapi hal tersebut haruslah ada jalan untuk penyelesaiannya yaitu dengan ilmu masail fiqhiyah. Masail fiqhiyah merupakan persoalan-persoalan baru yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya. Atas masalah itulah di sini pemakalah akan membahas tentang hukum dari musik dan nyanyian.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah hukum musik dan nyanyian itu?
C. PEMBAHASAN
1. Hukum musik dan nyanyian
Musik dan nyanyian merupakan masalah yang pernah dipersoalkan hukumnya di kalangan ulama. Ada ulama yang mengharamkan, ada pula ynga memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Di antara ulama yang mengharamkan di antara alasannya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, bersumber dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda : “sesungguhnya nyanyian menumbuhkan kemunafikan hati”. Dalam menanggapi pendapat ini dan dalil-dalil ynag dijadikan landasannya, Imam Ibnu Arabi menulis :
“Nyanyian adalah hiburan yang dapat menggetarkan hati menurut banyak ulama, seperti Malik bin Anas, dan tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkannya”. Ibnu Arabi menulis demikian karena menurutnya, hadis-hadis yang dijadikan landasan mengharamkannya menyanyi, tidak ada satu pun ynag sahih. Sementara landasan ayat Al-Qur’an tidak mengena kepada pokok persoalan.
Sedangkan keterangan dari buku DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual, karangan Ibnu Abdul Ghofur yang dikutip dari Kitab Al-Bajuri juz 2 halaman 351. Bahwa mendengarkan ataupun memakai alat al malahi (alat musik) hukumnya terjadi khilaf:
- Menurut Ulama jumhur sangat diharamkan.
- Menurut Imam Ibni Hazm boleh.
Kemudian keterangan hukum menyanyi adalah makhruh selama tidak bersamaan dengan alat yang diharamkan. Menurut imam Zarkasyi kalau bersamaan dengan alat ynag diharamkan, maka yang diharamkan hanya alatnya saja, sedangkan nyanyian tetap dihukumi makruh.
Seperti halnya pendapat dari Ibnu Arabi yang menghalalkannya ada juga pendapat yang selaras dengan Ibnu Arabi. Menurut Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Halal dan Haram, di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati, serta mengenakkan telinga ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan music selama tidak melenakan. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di saat lahirnya seorang bayi. Dalam sebuah hadis diterangkan :
“ Dari Aisyah ra, bahwa ketika dia mengantar pengantin perempua ke tempat laki-laki Anshar, maka Nabi bertanya : Hai Aisyah, apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Anshar gemar sekali terhadap hiburan.” (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula,
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Anshar, kemudian Rasulullah saw: datang dan bertanya: ‘Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Benar. Rasulullah bertanya lagi. ‘Apakah kamu kirimkan bersamanya orang yang akan menyanyi?’ Aisyah menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang Anshar adalah suatu kaum yang romantis. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang, selamat datang” (Riwayat Ibnu Majah).
Dari Aisyah ra, sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi saw, menutup wajahnya dengan pakaiannya. Maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar. Biarkanlah mereka tu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang).” (Riwayat Bukhari dan muslim)
Beberapa sahabat dan tabi’in diriwayatkan, bahwa mereka pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa. Adapun hadis nabi yang melarang nyanyian, semuanya memiliki kecacatan. Tidak ada satupun ynga selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadits. Seperti menurut al-Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi, “Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian.” Berkata pula Ibnu Hazm, “Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nayanyian adalah batil dan palsu.”
Menurut al-Qardhawi, nyanyian hukumnya sama dengan perkataan ada yang baik dan ada yang buruk Rasulullah juga memperbolehkan seseorang bernyanyi ketika menyambut pernikahan (walimah ursy). Khalifah Umar pun memperbolehkan seseorang bernyanyi dengan sebuah syair, aslakan mempunyai nilai dan nasihat yang baik. Nayanyian juga mendorong ke arah kemuliaan, ketekunan, dan istiqamah. Seperti juga menurut Muhammad Al-Ghazali, seperti juga Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa kedudukan untaian syair sama dengan ucapan biasa, ada yang baik dan ada yang buruk. Demikian pula, mendengarkan nyanyian ada yang mubah, dianjurkan, wajib, makruh, dan haram. Demikian juga, ada seniman atau penyanyi yang baik dan ada yang buruk.
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan music yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan yang haram lainnya. Itulah yang kemudian ulama-ulama dianggapnya haram atau makhruh. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa nyanyian itu lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan). Selanjutnya Ibni Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan. seperti firman Allah,
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (Yunus:32)
Ibnu Hazm berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat, dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Karena itu barang siapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barang siapa berniat untuk menghibur hati, supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk benar. Dan barang siapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatan itu dianggap main-main saja yang dibolehkan. Seperti halnya seseorang yang berkebun untuk berlibur, dan seperti orang ynga duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam masalah nyanyian ini :
1) Nyanyian harus diperuntukkan untuk sesuatu ynga tidak bertentangan dengan etika dan ajaran islam. Oleh karena itu kalau nyanyiannya tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak, menganjurkan orang supaya minum arak misalnya, mka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan mendengarkannya pun juga haram.
2) Mungkin tema nyanyian tidak bertentangan dengan ajaaran islam, akan tetapi cara menyanyi yang dilakukan oleh penyanyi menyebabkan ia bergeser dari wilayah halal kepada wilayah haram. Misalnya dengan tarian yang berlenggak-lenggok untuk sengaja membangkitkan nafsu da birahi.
3) Agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, tentu lebih patut diperangi. Ingatlah, waktu adalah kehidupan itu sendiri.
4) Apabila nyanyian atau yang semacam nayanyian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya dapat menghalalkan segi ruhani, maka dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan harus menutup pintu dari situlah angin fitnah akan berhembus.
5) Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram hukumnya adalah haram. Seperti diiringi dengan jamuan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan , maksiat atau dosa-dosa lainnya. Maka di sinilah yang oleh Rasulullah saw. Pelakunya dan pendengarnya, diancam dengan siksaan yang sangat pedih.
D. SIMPULAN
Ada ulama yang mengharamkan, ada pula yang memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Sedangkan untuk pendapat yang membolehkannya menurutnya selama nyanyian tersebut tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan musik selama tidak melenakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana, 2003.
Badri Khaeruman, Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Ibnu Abdul Ghofur, DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual , Kediri : Pustaka ‘Azm, 2005.
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Bandung : Penerbit Jabal, 2007.
Kehidupan sosial dari hari ke hari terus berubah bersama terjadinya perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideology dan penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung terus dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Seperti halnya perkembangan musik dan nyanyian, yang juga sedikit banyak mempengaruhi akhlak generasi muda yang secara fitrah mencintai seni dan keindahan. Tidak dapat dipungkiri gaya musik dan pemusik itu sendiri menjadi figur yang banyak dicontoh oleh generasi muda kita sekarang. Dalam kondisi tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi etika dan moral dalam masyarakat. Maka dari itu diperlukan landasan yang kuat di era yang modern ini dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Untuk menyikapi hal tersebut haruslah ada jalan untuk penyelesaiannya yaitu dengan ilmu masail fiqhiyah. Masail fiqhiyah merupakan persoalan-persoalan baru yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya. Atas masalah itulah di sini pemakalah akan membahas tentang hukum dari musik dan nyanyian.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah hukum musik dan nyanyian itu?
C. PEMBAHASAN
1. Hukum musik dan nyanyian
Musik dan nyanyian merupakan masalah yang pernah dipersoalkan hukumnya di kalangan ulama. Ada ulama yang mengharamkan, ada pula ynga memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Di antara ulama yang mengharamkan di antara alasannya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, bersumber dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda : “sesungguhnya nyanyian menumbuhkan kemunafikan hati”. Dalam menanggapi pendapat ini dan dalil-dalil ynag dijadikan landasannya, Imam Ibnu Arabi menulis :
“Nyanyian adalah hiburan yang dapat menggetarkan hati menurut banyak ulama, seperti Malik bin Anas, dan tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkannya”. Ibnu Arabi menulis demikian karena menurutnya, hadis-hadis yang dijadikan landasan mengharamkannya menyanyi, tidak ada satu pun ynag sahih. Sementara landasan ayat Al-Qur’an tidak mengena kepada pokok persoalan.
Sedangkan keterangan dari buku DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual, karangan Ibnu Abdul Ghofur yang dikutip dari Kitab Al-Bajuri juz 2 halaman 351. Bahwa mendengarkan ataupun memakai alat al malahi (alat musik) hukumnya terjadi khilaf:
- Menurut Ulama jumhur sangat diharamkan.
- Menurut Imam Ibni Hazm boleh.
Kemudian keterangan hukum menyanyi adalah makhruh selama tidak bersamaan dengan alat yang diharamkan. Menurut imam Zarkasyi kalau bersamaan dengan alat ynag diharamkan, maka yang diharamkan hanya alatnya saja, sedangkan nyanyian tetap dihukumi makruh.
Seperti halnya pendapat dari Ibnu Arabi yang menghalalkannya ada juga pendapat yang selaras dengan Ibnu Arabi. Menurut Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Halal dan Haram, di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati, serta mengenakkan telinga ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan music selama tidak melenakan. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di saat lahirnya seorang bayi. Dalam sebuah hadis diterangkan :
“ Dari Aisyah ra, bahwa ketika dia mengantar pengantin perempua ke tempat laki-laki Anshar, maka Nabi bertanya : Hai Aisyah, apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Anshar gemar sekali terhadap hiburan.” (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula,
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Anshar, kemudian Rasulullah saw: datang dan bertanya: ‘Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Benar. Rasulullah bertanya lagi. ‘Apakah kamu kirimkan bersamanya orang yang akan menyanyi?’ Aisyah menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang Anshar adalah suatu kaum yang romantis. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang, selamat datang” (Riwayat Ibnu Majah).
Dari Aisyah ra, sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi saw, menutup wajahnya dengan pakaiannya. Maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar. Biarkanlah mereka tu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang).” (Riwayat Bukhari dan muslim)
Beberapa sahabat dan tabi’in diriwayatkan, bahwa mereka pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa. Adapun hadis nabi yang melarang nyanyian, semuanya memiliki kecacatan. Tidak ada satupun ynga selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadits. Seperti menurut al-Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi, “Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian.” Berkata pula Ibnu Hazm, “Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nayanyian adalah batil dan palsu.”
Menurut al-Qardhawi, nyanyian hukumnya sama dengan perkataan ada yang baik dan ada yang buruk Rasulullah juga memperbolehkan seseorang bernyanyi ketika menyambut pernikahan (walimah ursy). Khalifah Umar pun memperbolehkan seseorang bernyanyi dengan sebuah syair, aslakan mempunyai nilai dan nasihat yang baik. Nayanyian juga mendorong ke arah kemuliaan, ketekunan, dan istiqamah. Seperti juga menurut Muhammad Al-Ghazali, seperti juga Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa kedudukan untaian syair sama dengan ucapan biasa, ada yang baik dan ada yang buruk. Demikian pula, mendengarkan nyanyian ada yang mubah, dianjurkan, wajib, makruh, dan haram. Demikian juga, ada seniman atau penyanyi yang baik dan ada yang buruk.
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan music yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan yang haram lainnya. Itulah yang kemudian ulama-ulama dianggapnya haram atau makhruh. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa nyanyian itu lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan). Selanjutnya Ibni Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan. seperti firman Allah,
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (Yunus:32)
Ibnu Hazm berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat, dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Karena itu barang siapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barang siapa berniat untuk menghibur hati, supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk benar. Dan barang siapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatan itu dianggap main-main saja yang dibolehkan. Seperti halnya seseorang yang berkebun untuk berlibur, dan seperti orang ynga duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam masalah nyanyian ini :
1) Nyanyian harus diperuntukkan untuk sesuatu ynga tidak bertentangan dengan etika dan ajaran islam. Oleh karena itu kalau nyanyiannya tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak, menganjurkan orang supaya minum arak misalnya, mka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan mendengarkannya pun juga haram.
2) Mungkin tema nyanyian tidak bertentangan dengan ajaaran islam, akan tetapi cara menyanyi yang dilakukan oleh penyanyi menyebabkan ia bergeser dari wilayah halal kepada wilayah haram. Misalnya dengan tarian yang berlenggak-lenggok untuk sengaja membangkitkan nafsu da birahi.
3) Agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, tentu lebih patut diperangi. Ingatlah, waktu adalah kehidupan itu sendiri.
4) Apabila nyanyian atau yang semacam nayanyian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya dapat menghalalkan segi ruhani, maka dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan harus menutup pintu dari situlah angin fitnah akan berhembus.
5) Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram hukumnya adalah haram. Seperti diiringi dengan jamuan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan , maksiat atau dosa-dosa lainnya. Maka di sinilah yang oleh Rasulullah saw. Pelakunya dan pendengarnya, diancam dengan siksaan yang sangat pedih.
D. SIMPULAN
Ada ulama yang mengharamkan, ada pula yang memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Sedangkan untuk pendapat yang membolehkannya menurutnya selama nyanyian tersebut tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan musik selama tidak melenakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana, 2003.
Badri Khaeruman, Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Ibnu Abdul Ghofur, DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual , Kediri : Pustaka ‘Azm, 2005.
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Bandung : Penerbit Jabal, 2007.
MUSIK DAN NYANYIAN
A. PENDAHULUAN
Kehidupan sosial dari hari ke hari terus berubah bersama terjadinya perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideology dan penemuan-penemuan baru ilmu pengetahuan dalam kehidupan masyarakat. Hal ini akan terus berlangsung terus dan sangat menentukan peradaban umat manusia. Seperti halnya perkembangan musik dan nyanyian, yang juga sedikit banyak mempengaruhi akhlak generasi muda yang secara fitrah mencintai seni dan keindahan. Tidak dapat dipungkiri gaya musik dan pemusik itu sendiri menjadi figur yang banyak dicontoh oleh generasi muda kita sekarang. Dalam kondisi tersebut akan terjadi beberapa kemungkinan yang dapat mempengaruhi etika dan moral dalam masyarakat. Maka dari itu diperlukan landasan yang kuat di era yang modern ini dengan berlandaskan pada Al-Qur’an dan Hadits. Untuk menyikapi hal tersebut haruslah ada jalan untuk penyelesaiannya yaitu dengan ilmu masail fiqhiyah. Masail fiqhiyah merupakan persoalan-persoalan baru yang muncul pada konteks kekinian sebagai refleksi komplekitas problematika pada suatu tempat, kondisi dan waktu. Dan persoalan tersebut belum pernah terjadi pada waktu yang lalu karena adanya perbedaan situasi yang melingkupinya. Atas masalah itulah di sini pemakalah akan membahas tentang hukum dari musik dan nyanyian.
B. PERMASALAHAN
Bagaimanakah hukum musik dan nyanyian itu?
C. PEMBAHASAN
1. Hukum musik dan nyanyian
Musik dan nyanyian merupakan masalah yang pernah dipersoalkan hukumnya di kalangan ulama. Ada ulama yang mengharamkan, ada pula ynga memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Di antara ulama yang mengharamkan di antara alasannya berdasarkan hadis riwayat Abu Dawud, bersumber dari Ibn Mas’ud bahwa Rasulullah bersabda : “sesungguhnya nyanyian menumbuhkan kemunafikan hati”. Dalam menanggapi pendapat ini dan dalil-dalil ynag dijadikan landasannya, Imam Ibnu Arabi menulis :
“Nyanyian adalah hiburan yang dapat menggetarkan hati menurut banyak ulama, seperti Malik bin Anas, dan tidak ada satu pun ayat Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkannya”. Ibnu Arabi menulis demikian karena menurutnya, hadis-hadis yang dijadikan landasan mengharamkannya menyanyi, tidak ada satu pun ynag sahih. Sementara landasan ayat Al-Qur’an tidak mengena kepada pokok persoalan.
Sedangkan keterangan dari buku DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual, karangan Ibnu Abdul Ghofur yang dikutip dari Kitab Al-Bajuri juz 2 halaman 351. Bahwa mendengarkan ataupun memakai alat al malahi (alat musik) hukumnya terjadi khilaf:
- Menurut Ulama jumhur sangat diharamkan.
- Menurut Imam Ibni Hazm boleh.
Kemudian keterangan hukum menyanyi adalah makhruh selama tidak bersamaan dengan alat yang diharamkan. Menurut imam Zarkasyi kalau bersamaan dengan alat ynag diharamkan, maka yang diharamkan hanya alatnya saja, sedangkan nyanyian tetap dihukumi makruh.
Seperti halnya pendapat dari Ibnu Arabi yang menghalalkannya ada juga pendapat yang selaras dengan Ibnu Arabi. Menurut Yusuf Qaradhawi dalam bukunya Halal dan Haram, di antara hiburan yang dapat menghibur jiwa, menenangkan hati, serta mengenakkan telinga ialah nyanyian. Hal ini dibolehkan oleh islam selama tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan music selama tidak melenakan. Bahkan disunatkan dalam situasi gembira, guna melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, perkawinan, kedatangan orang yang sudah lama tidak datang, saat walimah, aqiqah dan di saat lahirnya seorang bayi. Dalam sebuah hadis diterangkan :
“ Dari Aisyah ra, bahwa ketika dia mengantar pengantin perempua ke tempat laki-laki Anshar, maka Nabi bertanya : Hai Aisyah, apakah mereka ini disertai dengan suatu hiburan? Sebab orang-orang Anshar gemar sekali terhadap hiburan.” (Riwayat Bukhari)
Dan diriwayatkan pula,
“Dari Ibnu Abbas ra. Ia berkata: Aisyah pernah mengawinkan salah seorang kerabatnya dengan Anshar, kemudian Rasulullah saw: datang dan bertanya: ‘Apakah akan kamu hadiahkan seorang gadis itu? Mereka menjawab: Benar. Rasulullah bertanya lagi. ‘Apakah kamu kirimkan bersamanya orang yang akan menyanyi?’ Aisyah menjawab: Tidak. Kemudian Rasulullah bersabda: ‘Sesungguhnya orang-orang Anshar adalah suatu kaum yang romantis. Oleh karena itu alangkah baiknya kalau kamu kirim bersama dia itu seorang yang mengatakan: kami datang, kami datang, selamat datang, selamat datang” (Riwayat Ibnu Majah).
Dari Aisyah ra, sesungguhnya Abu Bakar pernah masuk kepadanya, sedang di sampingnya ada dua gadis yang sedang menyanyi dan memukul gendang pada hari Mina (Idul Adha), sedang Nabi saw, menutup wajahnya dengan pakaiannya. Maka diusirlah dua gadis itu oleh Abu Bakar. Lantas Nabi membuka wajahnya dan berkata kepada Abu Bakar. Biarkanlah mereka tu hai Abu Bakar, sebab hari ini adalah hari raya (hari bersenang-senang).” (Riwayat Bukhari dan muslim)
Beberapa sahabat dan tabi’in diriwayatkan, bahwa mereka pernah mendengarkan nyanyian, sedang mereka tidak menganggapnya suatu perbuatan dosa. Adapun hadis nabi yang melarang nyanyian, semuanya memiliki kecacatan. Tidak ada satupun ynga selamat dari celaan oleh kalangan ahli hadits. Seperti menurut al-Qadhi Abu Bakar bin Al-Arabi, “Tidak ada satupun hadis yang sah yang berhubungan dengan diharamkannya nyanyian.” Berkata pula Ibnu Hazm, “Semua hadis yang menerangkan tentang haramnya nayanyian adalah batil dan palsu.”
Menurut al-Qardhawi, nyanyian hukumnya sama dengan perkataan ada yang baik dan ada yang buruk Rasulullah juga memperbolehkan seseorang bernyanyi ketika menyambut pernikahan (walimah ursy). Khalifah Umar pun memperbolehkan seseorang bernyanyi dengan sebuah syair, aslakan mempunyai nilai dan nasihat yang baik. Nayanyian juga mendorong ke arah kemuliaan, ketekunan, dan istiqamah. Seperti juga menurut Muhammad Al-Ghazali, seperti juga Imam Syafi’i, Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa kedudukan untaian syair sama dengan ucapan biasa, ada yang baik dan ada yang buruk. Demikian pula, mendengarkan nyanyian ada yang mubah, dianjurkan, wajib, makruh, dan haram. Demikian juga, ada seniman atau penyanyi yang baik dan ada yang buruk.
Banyak sekali nyanyian-nyanyian dan music yang disertai dengan perbuatan berlebih-lebihan, minum-minum arak dan perbuatan yang haram lainnya. Itulah yang kemudian ulama-ulama dianggapnya haram atau makhruh. Sebagian mereka ada yang mengatakan bahwa nyanyian itu lahwul hadis (omongan yang dapat melalaikan). Selanjutnya Ibni Hazm menolak anggapan orang yang mengatakan bahwa nyanyian itu sama sekali tidak dapat dibenarkan, dan termasuk suatu kesesatan. seperti firman Allah,
“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu, melainkan kesesatan” (Yunus:32)
Ibnu Hazm berkata, “Sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya semua perbuatan itu harus disertai dengan niat, dan tiap-tiap orang akan dinilai menurut niatnya.” (Riwayat Bukhari dan Muslim).
Karena itu barang siapa mendengarkan nyanyian dengan niat untuk membantu bermaksiat kepada Allah, maka jelas dia adalah fasik termasuk semua hal selain nyanyian. Dan barang siapa berniat untuk menghibur hati, supaya dengan demikian dia mampu berbakti kepada Allah dan tangkas dalam berbuat kebajikan, maka dia adalah orang yang taat dan berbuat baik dan perbuatannya pun termasuk benar. Dan barang siapa tidak berniat untuk taat kepada Allah dan tidak juga untuk bermaksiat, maka perbuatan itu dianggap main-main saja yang dibolehkan. Seperti halnya seseorang yang berkebun untuk berlibur, dan seperti orang ynga duduk-duduk di depan sofa sekedar melihat-lihat.
Namun demikian ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam masalah nyanyian ini :
1) Nyanyian harus diperuntukkan untuk sesuatu ynga tidak bertentangan dengan etika dan ajaran islam. Oleh karena itu kalau nyanyiannya tersebut penuh dengan pujian-pujian terhadap arak, menganjurkan orang supaya minum arak misalnya, mka menyanyikan lagu tersebut hukumnya haram, dan mendengarkannya pun juga haram.
2) Mungkin tema nyanyian tidak bertentangan dengan ajaaran islam, akan tetapi cara menyanyi yang dilakukan oleh penyanyi menyebabkan ia bergeser dari wilayah halal kepada wilayah haram. Misalnya dengan tarian yang berlenggak-lenggok untuk sengaja membangkitkan nafsu da birahi.
3) Agama akan selalu memberantas sikap berlebih-lebihan dan kesombongan dalam segala hal, sampai pun dalam beribadah. Maka berlebih-lebihan dalam hiburan dan menghabiskan waktu untuk berhibur, tentu lebih patut diperangi. Ingatlah, waktu adalah kehidupan itu sendiri.
4) Apabila nyanyian atau yang semacam nayanyian itu dapat membangkitkan nafsu birahi dan menimbulkan fitnah serta nafsu kebinatangannya dapat menghalalkan segi ruhani, maka dia harus menjauhi nyanyian tersebut dan harus menutup pintu dari situlah angin fitnah akan berhembus.
5) Di antara yang sudah disepakati, bahwa nyanyian yang disertai dengan perbuatan haram hukumnya adalah haram. Seperti diiringi dengan jamuan arak, dicampur dengan perbuatan cabul dan , maksiat atau dosa-dosa lainnya. Maka di sinilah yang oleh Rasulullah saw. Pelakunya dan pendengarnya, diancam dengan siksaan yang sangat pedih.
D. SIMPULAN
Ada ulama yang mengharamkan, ada pula yang memperbolehkan orang islam mempelajari, memainkan, dan mendengarkan music dan nyanyian. Sedangkan untuk pendapat yang membolehkannya menurutnya selama nyanyian tersebut tidak dicampuri ucapan kotor, cabul, dan ynag kiranya dapat mengarah kepada perbuatan dosa. Tidak salah pula jika disertai dengan alunan musik selama tidak melenakan.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sudirman Abbas, Dasar-Dasar Masail Fiqhiyyah, Jakarta: CV Bayu Kencana, 2003.
Badri Khaeruman, Hukum Islam Dalam Perubahan Sosial, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Ibnu Abdul Ghofur, DEWA Tabir-tabir Sekaligus Keterangan Permasalahan Aktual , Kediri : Pustaka ‘Azm, 2005.
Yusuf Qaradhawi, Halal dan Haram, Bandung : Penerbit Jabal, 2007.
0 komentar: on "Analisis Masail Fiqhiyah Tentang Musik Dan Nyanyian"
Posting Komentar