A. OBYEK PENELITIAN ILMU PERBANDINGAN AGAMA
Pokok bahasan atau objek dari setiap penelitian ilmiah terhadap agama adalah fakta-fakta keagamaan dan pengungkapannya. Bahan-bahan tersebut didapatkan dari hasil pengamatan terhadap kehidupan dan perilaku keagamaan manusia. Penelitian ilmiah terhadap fenomena keagamaan telah dilakukan oleh bebrapa disiplin ilmu. Meskipun membahas pokok pembicaraan yang sama, berbagai disiplin tersebut menelitinya dari aspek-aspek khusus yang sesuai dengan jangkauan dan tujuan disiplin ilmu tersebut.
Wilayah kajian penelitian disiplin ilmu perbandingan agama adalah meliputi aspek-aspek perwujudan agama dalam realitas sosial dan realitas budaya. Agama sebagai realitas pengalaman manusia dapat diamati dalam aktivitas kehidupan keagamaan, yang meliputi aspek-aspek kepercayaan, ibadat, pengelompokan umat atau komunitas umat beragama, dan emosi keagamaan. A. Mukti Ali, seorang pakar ilmu Perbandinga Agama di Indonesia, menjelaskan bahwa obyek ilmu perbandingan agama adalah pertanyaan-pertanyaan yang bersifat fundamnetal dan universal dari tiap-tiap agama. Beberapa pertanyaan tersebut akan dijawab sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Beberapa pertanyaan yang bersifat fundamental dan universal tersebut antara lain: apakah konsepsi agama tentang tuhan? Apakah konsepsi agama tentang manusia? Apakan konsepsi agama tentang dosa dan pahala? Apakah hubungna kepercayaan dengan akal dsb.
Berbeda dengan A. Mukti Ali. Menurut Joachim Wach (1958) pengalaman agama berbeda dengan pengalaman psikis biasa. Pengalaman agama mempunyai beberapa kreteria tertentu. Kriteria pertama, pengalaman agama merupakan suatu tanggapan terhadap apa yang dihayati sebagai realitas mutlak. Kedua, pengalaman agama merupakan tanggapan yang menyeluruh atau utuh (akal, perasaan, dan kehendak hati) manusia terhadap realitas mutlak. Ketiga, pengalaman agama merupakan pengalaman yang paling kuat, menyeluruh, mengesankan dan mendalam dari manusia. Keempat, pengalaman agama merupakan pengalaman yang menggerakkan untuk berbuat. Pengalaman beragama dapat diamati melalui tiga bentuk ekspresinya, yaitu:
a. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran
b. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam tindakan
c. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok
Pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran terutama berupa mite, doktrin dan dogma. Pengalaman agama ini dapat berbentuk simbol, oral dan tulisan. Tulisan-tulisan bisa berupa kitab suci dan tulisan klasik untuk keperluan memahami kitab suci diperlukan literatur yang bersifat menjelaskan.
Pengalaman agama yang yang diungkapkan dalam tindakan berupa peribadatan dan pelayanan. Peribadatan sebagai tanggapan terhadap realitas mutlak harus dilakukan dimana, kapan, bagaimana caranya, dan oleh siapa? Termasuk dalam ungkapan perbuatan ini adalah kurban dengan segala seluk beluk. Termasuk dalam pembahasan ini adalah masalah imitation, yaitu mencontoh tingkah laku dan kehidupan seseorang pemimpin agama. Termasuk dalam pembahasan ini adalah keinginan supaya orang lain juga beragama seperti dia.
Akhirnya pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok, berupa kelompok-kelompok keagamaan. Disini dibahas juga masalah hubunganan antara orang yang beragama dengan masyarakat umumnya, bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan mereka baik antar agama maupun intra agama sendiri, fungsi, kharisma, umur, seks, keturunan dan status.
Ketiga ekspresi pengalaman agama diatas (pikiran, tindakan, dan kelompok) yang menjadi obyek ilmu perbandingan agama meliputi semua agama yang ada dan aliran-alirannya.
B. TANTANGAN STUDY PERBANDINGAN AGAMA
1. Tantangan Masyarakat Religius
Perjalanan abad XX sudah berakhir, dan kini memasuki era baru, dimana keterikatan manusia pada agama-agama akan banyak dipengaruhi olehnya. Mungkin saja orang beragama akan menjadi sebuah pilihan hidup, dimana siapa yang merasa membutuhkan dia akan memilihnya, dan siapa yang tidak atau belum merasa butuh tidak akan mengambilnya sebagai pedoman hidup (way of life) baik untuk sementara waktu atau juga untuk selamanya.
Sungguh fenomena yang akan sangat mengejutkan dan mengerikan bagi banyak orang, terutama bagi orang-orang yang tekun beribadah secara formal. Namun sebaliknya, barang kali tidak akan merisaukan bagi mereka yang tidak beragama secara formalis. Sebagai mana yang banyak dianut para sufi.
a. Kepuasan hidup
Agama akan dianggap berguna jika itu memang benar-benar menawarkan dan memberikan kepuasan dalam hidup dan bisa menghilangkan rasa ketidak puasan dalam diri para pemeluknya
b. Nuansa baru
Disini sudah saatnya para elit agama tampil sebagai pembawa misi agama-agama yang bernuansa baru. Bernuansa universalitas dan humanis serta kultural menjadi model dimana kepemelukan masyarakat dalam beragama lebih kental dan hanif keberagamaannya dengan leluasa memberikan kebebasan berekspresi dikalangan setiap pemeluk agama-agama tanpa suatu pemaksaan untuk beriman kepada tuhan.
c. Pencerah baru
Gambaran bahwa masyarakat kita telah mengalami perkembangan dan perubahan dalam kepemelukan dalam beragama makin bertambah hari akan bertambah kuat. Kehadiran setiap pemeluk agama dihadapkan secara pasti terhadap apa yang menjadi kebutuhan mereka tanpa harus memberikan pilihan nilai-nilai religius yang sudah didepan hidung.
Masyrakat kita sudah mulai mengalami “pencerahan baru” yang datangnya dari dunia luar. Baik melalui jalur komunikasi interaktif maupun komunikasi lintas budaya akibat terbukanya batas-batas kewilayahan dunia. Kecenderungan menjadi nation-state merupakan fenomena yang real dihadapi oleh setiap bangsa dimuka bumi ini. Pilihan terhadap hal-hal yang bersifat pragmatis, membahagiakan didunia walaupun sesaat, menjadi trend masyarakat yang mengarah pada gaya hidup konsumtif dan hedonis.
2. Agama dan tantangan sekularisasi
a. Skularisasi
Kalau kita membuka wacana skularisasi sebenarnya bukan wacana baru dikalangan negarawan dan agamawan, karena teah muncul semenjak turki memilih pemerintahan nonreligius. Dr. Nurcholis Madjid, melontarkan gagasan skularisasinya sekitar awal tahun 1970-an, yang banyak mengundang reaksi berbagai kalangan. Tetapi kemudian gagasan tersebut mereda untuk sementara karena banyaknya tanggapan yang terkesan kurang simpati terhadap apa yang dilontarkan Cak Nur.
Sekularisasi merupakan kenyataan hidup manusia yang tidak bisa di tolak. Lantas apakah kehadiran agama dinegara-negara ini Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang dikatakan sedang marak counter terhadap sekularisasi. Atau hanya sebuah ilusi karena menganggap bahwa sekularisasi adalah bencana bagi umat beragama. Karena itulah, perlu kiranya kita memiliki sebuah paradigma berfikir dan beranalisis untuk menghadirkan apa yang dianggap “baru” walaupun sebenarnya produk lama.
b. Pluralitas budaya
Pluralitas budaya, religion dan bahasa merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditolak kehadirannya oleh agama-agama di muka bumi ini. Mempertentangkan pluralitas sangat mungkin menjadikan kerdilnya umat beragama dalam kepemelukannya terhadap salah satu agama yang diyakininya.
Pokok bahasan atau objek dari setiap penelitian ilmiah terhadap agama adalah fakta-fakta keagamaan dan pengungkapannya. Bahan-bahan tersebut didapatkan dari hasil pengamatan terhadap kehidupan dan perilaku keagamaan manusia. Penelitian ilmiah terhadap fenomena keagamaan telah dilakukan oleh bebrapa disiplin ilmu. Meskipun membahas pokok pembicaraan yang sama, berbagai disiplin tersebut menelitinya dari aspek-aspek khusus yang sesuai dengan jangkauan dan tujuan disiplin ilmu tersebut.
Wilayah kajian penelitian disiplin ilmu perbandingan agama adalah meliputi aspek-aspek perwujudan agama dalam realitas sosial dan realitas budaya. Agama sebagai realitas pengalaman manusia dapat diamati dalam aktivitas kehidupan keagamaan, yang meliputi aspek-aspek kepercayaan, ibadat, pengelompokan umat atau komunitas umat beragama, dan emosi keagamaan. A. Mukti Ali, seorang pakar ilmu Perbandinga Agama di Indonesia, menjelaskan bahwa obyek ilmu perbandingan agama adalah pertanyaan-pertanyaan yang bersifat fundamnetal dan universal dari tiap-tiap agama. Beberapa pertanyaan tersebut akan dijawab sesuai dengan ajaran agama masing-masing. Beberapa pertanyaan yang bersifat fundamental dan universal tersebut antara lain: apakah konsepsi agama tentang tuhan? Apakah konsepsi agama tentang manusia? Apakan konsepsi agama tentang dosa dan pahala? Apakah hubungna kepercayaan dengan akal dsb.
Berbeda dengan A. Mukti Ali. Menurut Joachim Wach (1958) pengalaman agama berbeda dengan pengalaman psikis biasa. Pengalaman agama mempunyai beberapa kreteria tertentu. Kriteria pertama, pengalaman agama merupakan suatu tanggapan terhadap apa yang dihayati sebagai realitas mutlak. Kedua, pengalaman agama merupakan tanggapan yang menyeluruh atau utuh (akal, perasaan, dan kehendak hati) manusia terhadap realitas mutlak. Ketiga, pengalaman agama merupakan pengalaman yang paling kuat, menyeluruh, mengesankan dan mendalam dari manusia. Keempat, pengalaman agama merupakan pengalaman yang menggerakkan untuk berbuat. Pengalaman beragama dapat diamati melalui tiga bentuk ekspresinya, yaitu:
a. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran
b. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam tindakan
c. Pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok
Pengalaman agama yang diungkapkan dalam pikiran terutama berupa mite, doktrin dan dogma. Pengalaman agama ini dapat berbentuk simbol, oral dan tulisan. Tulisan-tulisan bisa berupa kitab suci dan tulisan klasik untuk keperluan memahami kitab suci diperlukan literatur yang bersifat menjelaskan.
Pengalaman agama yang yang diungkapkan dalam tindakan berupa peribadatan dan pelayanan. Peribadatan sebagai tanggapan terhadap realitas mutlak harus dilakukan dimana, kapan, bagaimana caranya, dan oleh siapa? Termasuk dalam ungkapan perbuatan ini adalah kurban dengan segala seluk beluk. Termasuk dalam pembahasan ini adalah masalah imitation, yaitu mencontoh tingkah laku dan kehidupan seseorang pemimpin agama. Termasuk dalam pembahasan ini adalah keinginan supaya orang lain juga beragama seperti dia.
Akhirnya pengalaman agama yang diungkapkan dalam kelompok, berupa kelompok-kelompok keagamaan. Disini dibahas juga masalah hubunganan antara orang yang beragama dengan masyarakat umumnya, bahasa yang dipergunakan dalam pergaulan mereka baik antar agama maupun intra agama sendiri, fungsi, kharisma, umur, seks, keturunan dan status.
Ketiga ekspresi pengalaman agama diatas (pikiran, tindakan, dan kelompok) yang menjadi obyek ilmu perbandingan agama meliputi semua agama yang ada dan aliran-alirannya.
B. TANTANGAN STUDY PERBANDINGAN AGAMA
1. Tantangan Masyarakat Religius
Perjalanan abad XX sudah berakhir, dan kini memasuki era baru, dimana keterikatan manusia pada agama-agama akan banyak dipengaruhi olehnya. Mungkin saja orang beragama akan menjadi sebuah pilihan hidup, dimana siapa yang merasa membutuhkan dia akan memilihnya, dan siapa yang tidak atau belum merasa butuh tidak akan mengambilnya sebagai pedoman hidup (way of life) baik untuk sementara waktu atau juga untuk selamanya.
Sungguh fenomena yang akan sangat mengejutkan dan mengerikan bagi banyak orang, terutama bagi orang-orang yang tekun beribadah secara formal. Namun sebaliknya, barang kali tidak akan merisaukan bagi mereka yang tidak beragama secara formalis. Sebagai mana yang banyak dianut para sufi.
a. Kepuasan hidup
Agama akan dianggap berguna jika itu memang benar-benar menawarkan dan memberikan kepuasan dalam hidup dan bisa menghilangkan rasa ketidak puasan dalam diri para pemeluknya
b. Nuansa baru
Disini sudah saatnya para elit agama tampil sebagai pembawa misi agama-agama yang bernuansa baru. Bernuansa universalitas dan humanis serta kultural menjadi model dimana kepemelukan masyarakat dalam beragama lebih kental dan hanif keberagamaannya dengan leluasa memberikan kebebasan berekspresi dikalangan setiap pemeluk agama-agama tanpa suatu pemaksaan untuk beriman kepada tuhan.
c. Pencerah baru
Gambaran bahwa masyarakat kita telah mengalami perkembangan dan perubahan dalam kepemelukan dalam beragama makin bertambah hari akan bertambah kuat. Kehadiran setiap pemeluk agama dihadapkan secara pasti terhadap apa yang menjadi kebutuhan mereka tanpa harus memberikan pilihan nilai-nilai religius yang sudah didepan hidung.
Masyrakat kita sudah mulai mengalami “pencerahan baru” yang datangnya dari dunia luar. Baik melalui jalur komunikasi interaktif maupun komunikasi lintas budaya akibat terbukanya batas-batas kewilayahan dunia. Kecenderungan menjadi nation-state merupakan fenomena yang real dihadapi oleh setiap bangsa dimuka bumi ini. Pilihan terhadap hal-hal yang bersifat pragmatis, membahagiakan didunia walaupun sesaat, menjadi trend masyarakat yang mengarah pada gaya hidup konsumtif dan hedonis.
2. Agama dan tantangan sekularisasi
a. Skularisasi
Kalau kita membuka wacana skularisasi sebenarnya bukan wacana baru dikalangan negarawan dan agamawan, karena teah muncul semenjak turki memilih pemerintahan nonreligius. Dr. Nurcholis Madjid, melontarkan gagasan skularisasinya sekitar awal tahun 1970-an, yang banyak mengundang reaksi berbagai kalangan. Tetapi kemudian gagasan tersebut mereda untuk sementara karena banyaknya tanggapan yang terkesan kurang simpati terhadap apa yang dilontarkan Cak Nur.
Sekularisasi merupakan kenyataan hidup manusia yang tidak bisa di tolak. Lantas apakah kehadiran agama dinegara-negara ini Asia Tenggara, khususnya Indonesia yang dikatakan sedang marak counter terhadap sekularisasi. Atau hanya sebuah ilusi karena menganggap bahwa sekularisasi adalah bencana bagi umat beragama. Karena itulah, perlu kiranya kita memiliki sebuah paradigma berfikir dan beranalisis untuk menghadirkan apa yang dianggap “baru” walaupun sebenarnya produk lama.
b. Pluralitas budaya
Pluralitas budaya, religion dan bahasa merupakan sebuah kenyataan yang tidak mungkin ditolak kehadirannya oleh agama-agama di muka bumi ini. Mempertentangkan pluralitas sangat mungkin menjadikan kerdilnya umat beragama dalam kepemelukannya terhadap salah satu agama yang diyakininya.
0 komentar: on "Obyek Dan Tantangan Study Perbandingan Agama"
Posting Komentar