welcome to my blog

Sabtu, 26 Januari 2013

Makalah As-Sulhu

A.    PENDAHULUAN
Kata “perdamaian” merupakan ungkapan yang sudah umum dikenal oleh masyarakat manusia, yang dalam literature-literatur fiqh diperkenalkan dengan istilah al-shulhu. Di dalamnya terkandung pengertian bahwa sulhu itu adalah sejenis akad untuk mengakhiri suatu perselisihan, atau suatu kesepakatan untuk menyelesaikan pertikaian secara damai dan saling memaafkan.
Kata sulhu merupakan istilah denotatif yang sangat umum. Istilah ini bisa berkonotasi perdamaian dalam lapangan kehartabendaan, perdamaian dalam lapangan khusumat dan permusuhan, perdamaian dalam urusan rumah tangga, perdamaian antara sesama muslim, perdamaian antara muslim dengan non-muslim, dan sebagainya. Agama Islam secara jelas mengungkapkan bahwa perdamaian adalah suatu perbuatan yang terpuji.
B.    PERMASALAHAN
1.    Apa pengertian sulhu ?
2.    Apa rukun dan syarat sulhu ?
3.    Apa macam-macam sulhu ?
C.    PEMBAHASAN
1.    Pengertian Sulhu
Kata sulhu menurut bahasa ialah memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut pengertian syara’, sulhu ialah suatu bentuk akad yang dapat menyelesaikan adanya pertentangan.
Misalnya seseorang menuduh orang lain mengambil suatu hak yang diklaimnya sebagai miliknya, lalu tertuduh mengakui karena ketidaktahuannya terhadap penuduh, kemudian tertuduh mengajak penuduh berdamai dengan tujuan menjauhi atau menghindari suatu permusuhan dan sumpah yang diwajibkan atas tertuduh yang menyangkal tuduhan.
Di dalam Ash-shulhu ini ada beberapa istilah yaitu: Masing-masing pihak yang mengadakan perdamaian dalam syariat Islam distilahkan musalih, sedangkan persoalan yang diperselisihkan di sebut musalih’anhu, dan perbuatan yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap pihak yang lain untuk mengaklhjiri pertingkaian/pertengkaran dinamakan dengan musalih’alaihi atau di sebut juga badalush shulh.
Perdamaian dalam syariat Islam sangat dianjurkan. Sebab, dengan perdamaian akan terhindarlah kehancuran silaturahmi (hubungan kasih sayang) sekaligus permusuhan di antara pihak-pihak yang bersengketa akan dapat diakhiri.
2.    Rukun dan Syarat Sulhu
Rukun Sulhu adalah sebagai berikut.
•    Musalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk meng¬hilangkan permusuhan atau sengketa.
•    Musalih ‘anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan.
•    Musalih ‘alaih, adalah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini dlsebut Juga dengan badal as-sulhu.
•    Sigat ijab dan qabul di antara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.
Keempat rukun itu merupakan ketentuan yang harus ada dalam suatu perjanjian sulhu. Tanpa keempat rukun secara formal, tidak dapat diketahui terciptanya suatu perdamaian. Dengan adanya ikatan perdamaian, masing-masing pihak yang bersengketa berkewajiban melaksanakan semua isi perjanjian atau tidak boleh mengingkari isi perjanjian. Apabila salah satu pihak berkhianat, konsekuensinya dapat dituntut ke pengadilan.
Akad perdamaian tidak dapat dibatalkan dengan begitu saja oleh satu pihak, melainkan, harus ada persetujuan antara kedua belah pihak. Apabila hanya sepihak, pembatalan itu tidak sah atau pihak yang dirugikan dapat melakukan tuntutan.
Syarat sulhu diklasifikasikan dalam dua hal, yaitu yang menyangkut subjek (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian) dan objek perdamaian.
•    Menyangkut subjek (pihak-pihak yang mengadakan perjanjian)
Subjek Sulhu harus orang yang cakap dalam bertindak menurut hukum, yakni orang dewasa. Di samping itu, orang yang bersulhu harus memiliki kekuasaan atau kewenangan untuk melepaskan haknya atas hal-hal yang dimaksudkan dalam perdamaian tersebut. Sebab, terkadang orang yang cakap bertindak, belum tentu memiliki kekuasaan dan kewenangan.
•    Menyangkut objek perdamaian
Objek perdamaian harus memenuhi ketentuan, antara lain sebagai berikut :
1)    Berbentuk harta; harta di sini dapat berbentuk benda berwujud atau benda tidak berwujud yang dapat dinilai dan dihargai atau dapat diserahterimakan dan dimanfaatkan.
2)    Dapat diketahui dengan jelas sehingga tidak menimbulkan kesamaran dan ketidakjelasan.
3.    Macam-macam Sulhu
Sulhu itu dibagi menjadi dua macam, yaitu :
A.    Suluh Ibrak
Yaitu suatu bentuk perdamaian dimana seseorang yang mendakwa, telah bersedia mengurangi sebagian dari haknya, dalam arti memberikan sebagian dari hutangnya. Ketika orang tersebut melakukan perdamaian uang Rp 1.000,- yang berada di dalam tanggungan seseorang maka hanya diminta Rp 500,- seakan-akan dia berkata kepada orang (yang mempunyai hutang), “Berilah aku Rp 500,- saja dan membebaskan aku kepadamu Rp 500,-”.
Tidak boleh dalam arti tidak sah menggantungkan sulhu dengan pengertian sulhu ibrak disertai adanya janji. Seperti ucapan, “Apabila nanti sudah datang permulaan bulan, maka aku akan berdamai denganmu”.
B.    Suluh Mu’awadlah
Ialah berpindahnya seseorang dari haknya kepada hak yang lain, seperti pendakwaan seseorang terhadap sebuah rumah atau separuhnya atas orang yang didakwa dan terdakwa telah ikrar terhadap hal tersebut yang kemudian pendakwa berdamai dengan terdakwa tentang masalah rumah itu, diganti dengan benda yang kelihatan, seperti pakaian, maka sulhu ini hukumnya sah.
Dan terhadap sulhu mu’awadlah ini berlaku hukum jual beli maka seolah-olah dalam contoh tersebut si pendakwa telah menjual kepada terdakwa sebuah rumah yang dibeli dengan pakaian. Ketika dalam keadaan yang demikian itu, maka bagi terdakwa berlaku hukum jual beli di dalam berbagai perdamaian, seperti hak mengembalikan barang sebab terdapat cacat dan tercegah mentasarrufkan sebelum menerima (barangnya).
Jika pendakwa mendamai terdakwa atas sebagian benda yang didakwakan, maka sulhu ini dinamakan sulhu hibah (pemberian) dari pihak pendakwa kepada sebagian benda yang ditinggalkan.
Dan juga sulhu ini dinamai dengan sulhu khatithah (mengurangi). Tidak sah sulhu khathithah dengan lafadz jual beli kepada sebagian benda yang ditinggalkan seperti halnya bila pendakwa menjual benda yang didakwakan kepada terdakwa yang dibeli dengan sebagian benda itu.
D.    SIMPULAN
1.    Kata sulhu menurut bahasa ialah memutuskan pertentangan. Sedangkan menurut pengertian syara’, sulhu ialah suatu bentuk akad yang dapat menyelesaikan adanya pertentangan.

2.    Rukun Sulhu adalah sebagai berikut :
•    Musalih, yaitu masing-masing pihak yang melakukan akad perdamaian untuk meng¬hilangkan permusuhan atau sengketa.
•    Musalih ‘anhu, yaitu persoalan-persoalan yang diperselisihkan atau disengketakan.
•    Musalih ‘alaih, adalah hal-hal yang dilakukan oleh salah satu pihak terhadap lawannya untuk memutuskan perselisihan. Hal ini dlsebut Juga dengan badal as-sulhu.
•    Sigat ijab dan qabul di antara dua pihak yang melakukan akad perdamaian.
3.    Sulhu dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
•    Suluh Ibrak
•    Suluh Mu’awadlah
E.    DAFTAR PUSTAKA
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993
Imron Abu Amar, Tarjamah Fathul Qorib, Kudus: Menara Kudus, 1982
www.akusuka-elfad.blogspot.com

Digg Google Bookmarks reddit Mixx StumbleUpon Technorati Yahoo! Buzz DesignFloat Delicious BlinkList Furl

0 komentar: on " Makalah As-Sulhu"

Posting Komentar